Jumat, 23 Oktober 2009

Lain dulu lain sekarang (2)

Generasi pendatang baru, yaitu mereka yang baru terjun kurang dari tiga tahun terakhir ini, jauh lebih selektif dan lebih berhati-hati dibandingkan dengan generasi saya dulu. Dulu, kami berjibaku untuk bisa memperoleh arloji yang kami inginkan. Hampir setiap hari mendatangi pusat-pusat penjualan arloji di Jembatan Item, Jatinegara, Pecenongan, Jalan ABC (Bandung), kios-kios jam di berbagai kota, di pelosok-pelosok Jakarta (hingga ke Pondok Cabe dsb), dan iklan-iklan di koran dan internet (siapa tahu ada yang mau jual lewat iklan). Berjam-jam nongkrong dan ngobrol di tempat-tempat itu. Kalau ada barang bagus asal suka biarpun mahal dibeli aja. Generasi sekarang jauh lebih diuntungkan dengan adanya komunitas, milis dan blog. Tinggal lihat-lihat saja di milis atau blog, barangkali minat tinggal tanya berapa harganya dan bayar. Selesai. Tetapi, dengan kondisi yg jauh lebih mudah seperti ini pun ternyata "nafsu" mereka masih di bawah generasi saya dulu. Di antara anggota milis mungkin tidak sampai 10 persen saja yang dapat dibilang "serius", sisanya hanya penggembira saja, sekedar suka, atau kaum untung-untungan siapa tahu dapat yang murah dan bagus. Jadi, yang 90 persen itu tidak mau membeli dengan harga pantas, tidak ngotot, dan prinsip mereka adalah dikasih syukur gak dikasih ya sudah. Sering sekali saya menerima penawaran dari mereka yang mengaku newbie (orang baru) yang menawar berdasarkan budget mereka, misalnya "wah saya orang baru nih, dana saya untuk Flighmaster cuma 10 juta dikasih enggak?'. Sungguh aneh memang, masa harga suatu barang disesuaikan dengan budget si penawar? Kalau generasi saya dulu beda, justru karena pendatang baru maka harus berani biar kebagian barang. Jadi logikanya terbalik dengan generasi sekarang. Memang, semangat yang berlebihan sering dimanfaatkan oleh pedagang dengan cara "digorok". Apa itu "digorok". Digorok adalah istilah untuk menggambarkan ada orang baru yang kurang pengetahuan dan kurang pengalaman kemudian ditawari barang dengan harga gila-gilaan lebih mahal dari wajarnya, atau barang kanibal atau barang rusak. Karena dia awam maka dia terjebak! Sampai saat ini praktek praktek "digorok" saya kira masih ada saja. Banyak juga orang baru yang terus jadi trauma gara-gara digorok, terus gak mau lagi hobi arloji. Apakah kaum yang 90 persen itu pernah digorok?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar