Saya coba tengok lagi koleksi Omega saya. Kembali ke Omega menurut saya tidak ada salahnya mempunyai Omega antik asal yang kondisi MULUS dan ISTIMEWA. Semakin hari semakin sulit dan orang-orang masih suka mencarinya. Omega yang saya tampilkan ini semuanya caliber 503 dengan kondisi mesin, bodi dan dial benar-benar memukau. Boleh saja orang punya Omega banyak atau Rolex antik banyak, tapi Omega mulus dengan caliber 503?
Minggu, 31 Januari 2010
Mesin Omega cal 751/752
Banyak orang memandang sebelah mata pada mesin Omega cal 751 (atau saudaranya 752). Bahkan dikatakan caliber ini under-valued. Caliber ini memang merupakan generasi terakhir mesin omega caliber 3 digit, sampai awal tahun 1970an masih diproduksi, setelah itu diganti dengan caliber 4 digit (1010, 1011, 1012, 1001, 1002 dsb). Omega memang berusaha terus memperbaiki kualitas mesin, sering disebut bahwa cal 751 atau 752 merupakan penyempurnaan dari caliber sebelumnya (500, 501, 565, 562, 503 dsb). Cal 751/752 memakai display hari dan tanggal (day-date) dan cara memindahkan tanggal (date)nya dengan cara dipompa (quick set date tapi dipompa). Nah disinilah kelemahannya. Kawat nyamuk yang ada di dalam mesin yang berfungsi memompa tanggal sering rusak (putus) sehingga tanggal tidak bisa disetel. Barangkali hal ini menyebabkan mesin tipe ini kurang diminati daripada mesin 3 digit lainnya. Meski demikian jika kita berhasil menemukan mesin cal 751 atau 752 dengan kondisi yang BENAR-BENAR BAGUS maka menurut saya caliber ini tidak patut dipandang sebelah mata. Malah, seharusnya valuenya jadi lebih tinggi karena SULIT menemukan cal 751/752 yang bagus dengan arloji yang masih bagus, mulus, belum poles (bodi utuh) dsb. Nah, foto pertama menunjukkan Omega Constellation mesin cal 751 chronometer dengan kondisi bagus, rantai panjang dan asli, dial warna putih susu bertekstur (sayang di foto ini tidak terlihat jelas teksturnya) dan jarum black steel!! Jarum black steel merupakan jarum terlangka. Saya pernah mendapatkan black steel seumur hidup baru dua kali, yang pertama sudah dihibahkan pada seorang kolektor Omega terkemuka yang tinggal di Bandung. Nah foto yang kedua adalah Omega Cosmic cal 752 komplit rantai ori semua. Salah satu keistimewaan Omega Cosmic yang tidak ada pada Omega lain adalah dialnya yang pie-pan tipis, mirip dial Rolex Datejust 1601. Saya sudah beberapa kali mempunyai Omega Cosmic tipe ini tapi semuanya sudah saya jual kembali karena tidak ada yang bagus, nah yang satu ini adalah sebuah PENGECUALIAN. Bodinya dan serat-seratnya masih utuh, bagus. Dialnya putih susu mempesona, kesan elegan tapi antik.
Yang masih survive
Eerna matic cukup mudah dijumpai, tapi Eterna? Sulit. Hanya sedikit yang masih bertahan, apalagi dari periode tahun 40an. Ini salah satu contoh Eterna tahun 40, ukuran boysize, dial tampaknya two tone, jarum blue steel, sub second, mesin putar 15 jewels. Secara keseluruhan masih baik dan berjalan normal. Oya, kenop (crown) arloji ini bentuknya besar sehingga memudahkan pemakaian jika ingin diputar. Lagipula kenopnya memakai sistem drat, harus diputar dan dikunci untuk menutup dan membukanya (seperti pada Rolex). Orang boleh saja punya Omega atau Rolex sampai puluhan biji, tapi Eterna?
Minggu, 24 Januari 2010
Yang jarang: Ernest Borel
Sabtu, 23 Januari 2010
Sedikit catatan tentang Omega dan Rolex (2)
Meskipun demikian, banyak orang masih percaya bahwa tidak lama lagi Rolex akan kembali bangkit dan berjaya, harga-harga Rolex akan naik tidak lama lagi. Apakah mungkin keadaan akan normal seperti sebelum krisis? Tak ada yang bisa memastikan. Yang jelas, jika ada uang sebenarnya sekaranglah saatnya membeli Rolex sport antik karena harga sedang rendah-rendahnya (dibandingkan 2008). Peminat Rolex sport antik sebenarnya tidak pernah surut. Sedangkan Rolex antik non-sport peminatnya lebih terbatas, lebih sedikit yang mengapresiasi. Apalagi, dibandingkan dengan Omega, harga Rolex antik non-sport jauh lebih tinggi. Sebagai contoh, harga Omega Constellation antik bagus barangkali hanya setengahnya Rolex putar yang butut. Tapi sekali lagi, semua akhirnya kembali ke selera pribadi. Pria punya selera, wanita punya rasa.
Sedikit catatan tentang Omega dan Rolex (1)
Pertimbangan utama dalam memilih arloji antik adalah soal selera. Selera tak bisa diperdebatkan. Ada yang senang Omega antik, ada yang senang Rolex antik, ada yang senang Titus antik, dsb. Setiap merk punya "pengikut"nya sendiri. Selera adalah soal subyektif. Meski demikian, ada hal-hal obyektif (fakta-fakta) yang menarik untuk dibahas. (1) Omega mempunyai variasi model yang sangat banyak, sehingga mengoleksi Omega menantang kita untuk mengeksplorasi segala kemungkinan model dengan segala keunikannya; (2) harga Omega jauh lebih terjangkau. Di masa krisis ekonomi global seperti saat ini, peminat arloji mahal banyak yang bantings setir mencari arloji menengah. Maka, harga arloji menengah seperti Omega dan Seiko naik cepat karena demand bertambah. Sebaliknya, harga Rolex cenderung turun sejak 2008 terutama Rolex sport sedangkan Rolex non-sport mandek. (3) Karena faktor demand tsb maka harga jual kembali (re-sale) Omega lebih baik dan lebih cepat menjualnya daripada Rolex (kecuali kalau Rolex kita diobral); (4) tampaknya komunitas penggemar Omega lebih banyak daripada Rolex. Hampir semua model Omega antik banyak disukai di Asia, Eropa, di seluruh dunia, sedangkan Rolex model tertentu misalnya hanya digemari di Asia, model lain lagi di Eropa dsb.
Sekadar perbandingan
Kedua Omega yang saya tampilkan berikut ini dari tipe yang sama persis. Bedanya, yang satu kondisi benar-benar mulus. Perhatikan dialnya masih putih mulus. Sedangkan yang satu lagi dialnya sudah memudar karena usia (aging). Sebagian orang senang dengan dial yang segar bugar ibarat jam baru, tetapi sebagian lagi malah menyukai dial yang aging karena lebih antik. Tampaknya, dial yang lebih segar dan casing lebih bagus disebabkan karena pemilik arloji ini jarang memakainya. Selama hampir 50 tahun arloji ini hanya dipakai sekali kali dan lebih sering disimpan di lemari. Sebaliknya, yang lebih aging tampaknya lebih sering dipakai terutama dalam kegiatan di luar ruang. Anda pilih mana?
Rabu, 13 Januari 2010
Rolex: Dapatkah Menjadi Alat Investasi ? (2)
karena kemungkinannya kecil untuk bisa bertemu dengan calon pembeli yang berani menawar dengan harga tinggi. Sebaiknya jika anda penggemar (atau katakanlah kolektor) kembangkanlah konsep "pusaka" keluarga (heirloom). Arloji yang anda sukai simpanlah dan nikmati, kemudian turunkanlah kepada anak cucu sebagai pusaka keluarga. Barangkali suatu saat memang akan dijual juga oleh anak cucu kita, entah bertahan sampai berapa generasi. Tentu saja kita harus memberi pengetahuan kepada anak cucu yang akan menyimpan dan merawat arloji kita itu. Nah, bagaimana memilih pusaka yang baik? Pilihlah yang kondisinya benar-benar bagus, mulus, dan orisinil. Carilah yang model atau tipenya cukup "kuat" marketnya sehingga jika dijual akan dengan mudah diserap orang. Konon katanya, jangan menyimpan Rolex boysize, Rolex all gold, atau Rolex mesin buble/semi buble back, karena terlalu terbatas orang yang mengerti (tapi kalau secara subyektif anda suka sekali, tanpa mempertimbangkan nilai re-sale nya, kenapa tidak?) (catatan: Rolex boysize langka peminat, Rolex all gold cenderung over-rated, kalo Rolex mesin bubble back sekali rusak sulit dibetulkan). Nah, kalaupun suatu saat ternyata anda bertemu dengan calon pembeli yang berani menawar dengan harga tinggi (minimal di atas ongkos inflasi) anggap saja sebagai bonus.
Rolex: Dapatkah Menjadi Alat Investasi? (1)
Ada yang berpendapat bahwa membeli dan menyimpan Rolex dapat menjadi investasi. Sesungguhnya tidak sesederhana itu. Tidak setiap model atau tipe memiliki prospek yang baik untuk disimpan. Hanya tipe tertentu yang mungkin mengalami kenaikan harga yang cukup signifikan di kemudian hari. Saya cenderung mengatakan bahwa di dalamnya ada juga unsur spekulasi. Siapa tahu model yang kita miliki ini bisa naik drastis dalam 5 tahun, misalnya. Jadi seperti main saham atau main lukisan. Ada kalanya terjadi under-rated atau over-rated. Kita ditentukan pula oleh naik turunnya apresiasi orang terhadap koleksi kita. Bahkan tampaknya lebih kompleks daripada soal apresiasi saja. Ada juga faktor daya beli yang merosot atau krisis global atau masalah nilai tukar mata uang. Kombinasi dari berbagai faktor tersebut akan membentuk nilai jual Rolex kita. Jika anda pedagang jam murni (profesional) memang ada baiknya menyimpan beberapa Rolex yang bagus dan mahal untuk disimpan sebagai "jurus-jurus pamungkas". Selain berharap nilainya naik, pekerjaan anda memungkinkan untuk sering-sering bertemu dengan calon pembeli. Nah dalam proses itulah ada kemungkinan bertemu dengan calon pembeli yang berani menawar dengan harga tinggi. Disitu kemungkinan akan terasa apa arti investasi anda. Tetapi jika anda hanya penggemar biasa (bukan pedagang pro), hendaknya janganlah terlalu memikirkan soal investasi. Masalahnya, (bersambung)
Antara "aging dial" dan dial rusak/cacat (2)
Aging dial adalah wajah arloji yang tampak antik dan tua karena proses usia. Ada yang tampak memudar, belel, berganti warna dan sebagainya. Perubahan itu dikarenakan faktor usia, bukan karena faktor-faktor luar (eksternal) misalnya karena kegores obeng (ketika diservis), kemasukan air, terkena jamur hingga jerawatan dan pecah-pecah terkelupas. Mata dan perasaan kita harus awas, apakah memudarnya dial arloji itu karena faktor alamiah atau karena faktor eksternal. Kita harus mampu membedakan bahwa dial itu pudar karena aging dan bukan karena kemasukan air (sering dipakai berenang atau sering kehujanan ketika dipakai oleh pemiliknya). Ada yang tidak paham, disangkanya setiap dial yang pudar itu antik dan memiliki value lebih tinggi padahal memudarnya karena cacat. Paling baik adalah menemukan yang masih mulus tetapi mulusnya itu karena benar-benar dirawat dan disimpan dengan baik oleh pemiliknya. Bagaimanapun, arloji tua yang masih mulus tidak dapat menyembunyikan aura usianya, jadi kemulusan arloji antik tidak bersifat kosmetik. Nenek-nenek yang masih cantik tanpa operasi plastik tentu penampilannya berbeda dengan nenek-nenek yang cantik karena operasi plastik
Antara "aging dial" dan dial cacat/rusak (1)
Salah satu daya tarik arloji antik adalah wajahnya (dialnya) yang tampak artistik karena dimakan umur. Keantikan dial tidak dapat ditiru karena menunjukkan proses perjalanan waktu yang telah dilalui oleh arloji itu. Kalaupun ditiru, tentu saja auranya akan berbeda. Saya kira hal ini juga berlaku untuk benda antik lain misalnya keramik atau furnitur/jati antik. Nah, karena itu penggemar arloji antik berlomba untuk mendapatkan dial yang antik atau sering disebut juga "aging" alias "tuwir". Katanya arloji antik jika masih amat mulus kelihatan aneh dan tidak menarik, seperti nenek-nenek yang operasi plastik, demikian kata seorang rekan. Namun, ada baiknya untuk kita perhatikan bahwa dial yang tampak "keriput" alias antik tidaklah sama dengan dial yang kusut karena rusak atau cacat. Dimanakah letak masalahnya?
Minggu, 03 Januari 2010
Menjadi Diri Sendiri (2)
Perubahan orientasi bisa juga melanda kita karena kita terlalu sering berinteraksi dengan sesama penggemar arloji antik sehingga seolah-olah selera kita dibentuk atau setidaknya dipengaruhi oleh mereka. Perubahan orientasi bisa juga karena kita berpikir terlalu banyak (too much) tentang arloji, sehingga seolah-olah tidak ada hal yang lebih penting dari arloji dan tidak ada hal lain yang bisa dikerjakan selain memikirkan arloji. Saya pernah membaca sebuah tulisan yang intinya terlalu banyak memikirkan arloji akan menyeret kita ke dalam neraka. Buat saya sih tidak sejauh itu, tetapi bahwa memikirkan arloji terlalu banyak membuat hidup kita tidak produktif itu saya setuju. Baru-baru ini saya memberi saran kepada pendatang baru, saya bilang cobalah lebih rileks, jangan grasa grusu apalagi terlalu banyak berpikir tentang hal ini.
Menjadi Diri Sendiri
Setiap penggemar arloji antik pasti punya "pengalaman spiritual" yang berbeda, sehingga "rasa" mengoleksi akan berbeda pula pada setiap individu. Namun ada satu hal yang sepertinya terjadi pada setiap orang, yaitu perubahan orientasi yang terus menerus dan perasaan cinta sekaligus benci pada hobi ini. Soal orientasi, saya sendiri memutuskan untuk tidak terlalu berteori tentang hal ini dan tidak terlalu mempunyai batasan-batasan yang harus saya ikuti. Bisa saja hari ini saya suka yang begini dan besok berubah menjadi yang begitu, buat saya bukanlah hal yang tabu dan bukan pula sesuatu yang menunjukkan perkembangan yang linier. Tinggal diikuti saja. Kadang kala perubahan orientasi itu justru terjadi karena kita melihat koleksi orang lain kemudian kita merasa ingin seperti dia, atau perubahan orientasi itu bisa pula karena mengikuti trend saja. Padahal, menurut saya, justru tahapan yang paling sulit adalah ketika kita bisa menemukan jati diri kita yang tentunya berbeda --meski ada persamaan-- dengan orang lain. Ini adalah sebuah proses dan barangkali tak akan pernah selesai sampai kapanpun.
Langganan:
Postingan (Atom)