Minggu, 26 April 2009

Kondisi, sekali lagi kondisi

Dalam pembicaraan antar penggemar arloji antik, kita sering mendengar kalimat "tergantung kondisinya". Nah, apa makna kalimat itu? Memang ada patokan dalam dunia arloji antik bahwa kita harus memperhatikan kondisi barang yang kita beli. Barang yang sama bisa berbeda harga jauh sekali andai salah satunya benar-benar dalam kondisi yang baik. Sebenarnya apa ukuran kondisi yang baik itu? Ada yang menyebutnya "mint" ada yang menyebutnya "good" ada yang menyebutnya "fair", ada yang pakai persentase misalnya kondisi 90 % atau 80 %. Ada yang pakai huruf, misalnya kondisi A, kondisi B, kondisi B+ dan seterusnya. Tentu saja apapun metode yang kita pakai, meskipun ada konsensus di antara kolektor sekalipun, tetap saja ada kemungkinan perbedaan persepsi tentang apa itu "kondisi". Jika kita diberitahu oleh pedagang misalnya ada Rolex GMT kondisi bagus, belum tentu pengertian bagus menurut dia sama dengan bagus menurut kita. Jadi apa yang dapat kita jadikan sebagai patokan? Saya mencoba merumuskan. Yang disebut bagus biasanya mencakup (1) barang orisinil seluruhnya, kecuali bagian-bagian yg kita anggap wajar misalnya tali kulit sudah diganti dengan yg tdk orisinil, kaca sudah diganti dengan yg tdk orisinil, di luar kaca dan tali kulit, biasanya harus orisinil; (2) mesin bersih, tidak kelihatan bekas dioprak oprek, mulus, utuh, tdk ada spare part yg pernah diganti dgn yg tdk asli (dari merk lain yg kebetulan cocok), tidak ada bagian yg "oplak"; (3) body masih mulus, tdk keropos, belum baret baret atau bentuknya mengecil karena kebanyakan dipolas poles; (4) semua bagian sesuai dengan pakemnya, misalnya Omega Constellation maka casingnya harus bernomor seri Constellation, mesin harus chronometer dsb; (5) fungsi berjalan normal, fungsi hari, fungsi calendar, fungsi chronograph dsb; (6) akurasi masih bagus, kalaupun meleset masih bisa ditolerir katakanlah sehari plus minus 3 menit; (7) dial masih utuh, tidak digrafir, tulisan terbaca jelas, kalaupun buram biasanya karena aging masih OK asal jangan buram karena bekas dicuci atau cacat (kegores, somplak, gompal). Nah, jika kita membeli arloji yang menurut ukuran kita bisa dibilang mahal maka sudah sewajarnya jika kita bersikap EXTRA hati-hati dan menuntut kondisi yang sesempurna mungkin. Tetapi bagaimana kalau yg kita beli itu misalnya Titus atau Seiko yg harganya di bawah 1 juta rupiah? Sebagian orang tetap menuntut kesempurnaan, sebagian lain (termasuk saya) bersikap cukup toleran. Jika saya lihat Seiko asal modelnya bagus dan harga standar biasanya saya beli, kalaupun ada masalah biasanya saya atasi sendiri (bawa ke tukang jam utk diberesin). Atau kalau pun masalahnya ringan, misalnya ring bezel tdk mau mutar (pada arloji diver) yaah saya biarkan saja. Biasanya kalau saya jualpun apa adanya saja, biasanya sesama penggemar jam sih sudah saling tahu. Yang repot itu sama orang-orang yang perfeksionis, maunya serba sempurna, gak peduli jam mahal atau murah. Lha jam antik kok mau seperti jam baru?

1 komentar:

  1. melegakan sekali tulisan ini mas marga, keterlambatan kurang lebih 3 menit masih dianggap oke, anggap saja itu toleransi atas jam terbang setelah sekian puluh tahun ticking, terima kasih, salam

    BalasHapus