Hanya dalam waktu semalam saya menerima beberapa komentar (sebagian dikirim via SMS dan email). Ini menggembirakan, karena saya ingin blog ini interaktif (tidak cuma jual-jualan saja), sehingga menjadi berbeda dengan blog lain. Ayo dong, kita perluas dan perdalam pengetahuan horology kita dengan cara bertukar informasi. Kalau dalam bahasa LEKRA (tahun 60an): "meluas dan meninggi".
Pada tahun 50an, 60an sampai 70an , arloji merupakan barang yang lumayan bernilai. Tidak heran jika di terminal para jambret sering mengincar arloji. Kalau zaman sekarang hampir tidak terdengar lagi ada jambret arloji. Dulu, selalu ada ikatan batin antara arloji dan pemiliknya, sampai-sampai sering nama pemiliknya itu diukir di tutup belakang arloji. Sampai saat ini saya sering bertemu dengan orang yang bilang: "wah itu seperti arloji yang dipakai oleh ayah saya dulu". Ini menunjukkan bahwa arloji yang dipakai sang ayah menjadi kenangan bagi sang anak, bahkan diwariskan. Arloji menjadi benda istimewa bagi sebuah keluarga. Banyak juga yang karena tidak tahu/tidak mengerti kemudian arloji warisan itu dijual jual dengan harga murah (dia pikir barang rongsokan, yang penting jadi duit, sementara si pembeli cengar cengir saking girangnya).
Merk arloji yang beredar banyak sekali, dengan variasi model yang juga banyak. Ada beberapa merk populer yang belum saya sebutkan pada bagian pertama, yaitu Enicar dan Longines. Enicar adalah merk yang lumayan populer saat itu. Model yang paling top adalah Sherpa Worldtimer. Beredar juga Enicar model dresswatch. Kalau mau dikelaskan, tampaknya Enicar di atas Titus tapi di bawah Mido. Longines sebenarnya termasuk kelas mahal, sedikit di bawah Omega. Waktu saya mulai hobi arloji, saya sering diberi info oleh senior bahwa "dulu Longines bersaing ketat dengan Omega dan harganya pun deket-deket". Tapi hendaknya kita catat pula bahwa model arloji saat itu banyak sekali dan ada kalanya satu model lebih mahal atau bergengsi meski merk biasa. Contohnya, Rado Diastar lebih mahal dan bergengsi daripada Rado tipe lain. Jadi kadang sulit dipersandingkan "brand to brand" begitu saja. Contoh yang lebih jelas adalah Omega. Pada masa itu Omega memang masih di bawah Rolex, tapi ketika muncul Omega Constellation pada tahun 1952 ceritanya jadi lain. Konon, hanya tipe Constellation yang bisa menandingi Rolex.
Selain merk2 di atas, masih banyak merk lain misalnya Universal, Royce, Pontiac, Roamer, Ocean, Cortebert, Election, Record, di kelas yang lebih atas ada Heuer, Tissot dan Tudor. Ada banyak merk yang disebut "minor brand", yang hampir-hampir tidak pernah atau sangat jarang kita dengar namanya. Indonesia sungguh kaya akan arloji antik. Seharusnya kita bersyukur, menjadi ahli waris yang baik, menjaga dan merawatnya. Harga-harga arloji antik di kita pun masih lebih murah dibandingkan dengan di international market (kecuali Rolex yang harganya dekat, bahkan kadang disini lebih mahal). Masalahnya adalah: cari yang mulus tidak mudah dan (ini yang perlu digaris-bawahi) apresiasi rendah. Tidak "meluas dan meninggi".
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar