Rabu, 09 Maret 2011
40 Tahun Majalah Tempo, Kenangan Bersama Tempo
Lupa, peristiwa ini terjadi pada tanggal berapa dan bulan apa. Mungkin sekitar September 2005. Sore itu saya janjian dengan teman, sesama penggemar arloji antik, di stasiun kereta Sudirman. Sambil menunggu kereta, kami duduk berdua membicarakan arloji. Waktu itu di teras stasiun ada kantin kecil, meja-meja terpasang di situ. Kami minum kopi dan mulai menggelar arloji di atas meja. Tanpa kami sadari, seseorang mengamati kegiatan kami. Kemudian dia mendekat. Orang itu langsung bertanya, "wah sedang apa nih"? Namanya Arif Zulkifli --biasa dipanggil Azul--, wartawan majalah Tempo (kini menjabat Redaktur Eksekutif). Kami menjelaskan bahwa hobi kami mengoleksi arloji antik. Dia bilang, wah menarik juga kalau bisa dijadikan bahan untuk majalah Tempo. Beberapa hari setelah pertemuan itu, seseorang dari Tempo menghubungi saya, namanya Nugroho Dewanto --biasa dipanggil Dede-- yang kini menjadi aktifis di Kronometrophilia, ketularan jadi penggemar arloji antik. Akhirnya kami berdua keliling-keliling ke Pecenongan dan Jatinegara, survey lokasi-lokasi perburuan arloji antik. Beberapa hari setelah itu saya dipanggil ke studio Tempo untuk sesi pemotretan. Rasanya kikuk sekali. Sebenarnya saya paling takut kamera (camera shy). Setelah itu foto dan wawancara saya tampil di rubrik Gaya Hidup. Saya pernah janji pada diri sendiri untuk mengkliping tulisan itu dan memasangnya di dalam bingkai kemudian digantung di ruang keluarga. Tapi janji tinggal janji. Kesibukan lain telah menggilas saya, bahkan saya sudah lupa dimana saya menaruh majalah yang memuat profil saya itu. Mungkin ada di lemari arsip. Mungkin suatu saat saya akan sempat menemukannya kembali. Jika tidak, mungkin anak-anak saya akan menemukannya. Setidaknya saya telah meninggalkan jejak langkah bahwa saya pernah mencintai dunia arloji. Selamat ulang tahun ke 40 untuk majalah Tempo.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar