Kemarin ini Jakarta heboh akibat protes pengemudi taxi "konvensional" terhadap jasa transportasi yang menggunakan pesanan dengan aplikasi online. Tampaknya teknologi online ini juga terasa pengaruhnya terhadap dunia jam antik. Saya ingat ketika awal tahun 2000 saya mulai mengumpulkan jam antik. Saat itu belum ada online online, blog blog, seperti sekarang. Internet sudah ada tetapi masih terbatas. Webiste juga sudah ada, seperti website "iklan baris" atau "iklan mini" dimana sekali-sekali saya temukan juga informasi tentang jam antik. Melalui website itu lah saya mulai mengenal teman-teman generasi awal seperti Arif Yulianto yang sampai saat ini masih eksis bahkan menjadi the living legend dalam dunia kang-ouw jam antik. Ada juga beberapa nama lain, tetapi mereka tidak aktif lagi dalam beberapa tahun kemudian. Untuk mendapatkan jam antik, tempat yang paling sering saya kunjungi adalah pasar Jatinegara dekat lapangan Jenderal Urip. Disana ada beberapa kios sederhana, kaki lima berjejer. Suasana ramai, panas. Saya menjalin pertemanan dengan para pedagang disana dan harus rajin rajin datang supaya tidak kehilangan kesempatan mendapat jam antik. Ketika masuk jam makan siang, kita mampir dulu di warteg dekat situ. Disana saya mulai "berkenalan" dengan Titus, Titoni, Mido, Seiko 5, Ricoh, Sandoz. Sekali-kali ada Omega. Beberapa tahun kemudian mereka digusur, tidak boleh lagi berjualan di sekitar lapangan Jenderal Urip. Mulai lah mereka tercerai berai, pindah ke lokasi yang saling berjauhan. Sekian tahun berikutnya saya mulai menjajaki kios kios di Jl Batu Tulis, Pecenongan. Disini saya mulai naik kelas. Lihat lihat Omega dan Rolex. Jumlah jam antik di sana saat itu cukup berlimpah, Omega Constellation sering didapat. Saya juga mulai mengunjungi kota lain, terutama Jl ABC di Bandung, kemudian beberapa lokasi di Surabaya dan Malang. Sekian tahun berikutnya saya mulai berkenalan dengan pendekar-pendekar baru, yang beberapa di antaranya kemudian memelopori penggunaan teknologi online dalam dunia jam, baik jam antik mapun jam modern. Ada yang dulu bertemu saya ibaratnya masih memakai celana pendek dengan membawa sekoper jam yang ternyata isinya jam baterai semua, sekian tahun kemudian menjadi salah seorang dari jajaran pendekar dunia jam! Sekarang semua itu tinggal kenangan yang sekali sekali berkelebat di dalam ingatan saya. Tiada lagi berpanas panas sambil deg-degan kira-kira hari ini saya akan mendapat jam apa? Sekarang tinggal duduk di depan laptop atau kotak katik smartphone lihat lihat blog yang isinya segala macam jam ada disana.Kalo cocok tinggal sms dan transfer. Tidak perlu jauh jauh nyamperin. Kita tidak kenal siapa dia, kita tidak pernah menatap sorot matanya, tidak membaca bahasa tubuhnya. No human element. Jadi ingat Herbert Marcuse dalam bukunya "One Dimensional Man" (1964) yang mengritik "advanced industrial society" yang tak lebih hanya memunculkan manusia satu-dimensi.
Pedagang di Jatinegara juga mungkin sudah bubar. Pedagang di Pecenongan juga mungkin lebih sepi. Saya tidak tahu karena sudah lama tidak datang kesana. Seperti pengemudi taxi "konvensional" yang harus menghadapi taxi "online", demikianlah keadaan pedagang jam "konvensional", tetapi tanpa demo. Zaman bergerak, musim berganti. Orang-orang datang dan pergi. Hidup bukan seperti pasar malam, kata Pramoedya Ananta Toer. Not an all night fair. Usia saya bertambah. Masa lalu saya lebih banyak daripada masa depan saya. Dan Jatinegara, Pecenongan adalah bagian dari masa lalu yang banyak itu.
Rabu, 23 Maret 2016
Langganan:
Postingan (Atom)