Selasa, 27 Oktober 2009

Lain dulu lain sekarang (4)

Dulu sempat dua kali saya bertobat, saya tidak mau lagi beli-beli arloji antik, saya mau jual semua koleksi dan cari hobi lain. Akhirnya saya jual-jual saja. Ada Omega Constellation rose gold black dial, Omega Memomatic full colour, Rolex antik all gold, Elections all gold dial porselen tahun 1920, Constellation C shape all gold, wah segala macam. Kalo diingat-ingat ada juga teman-teman seangkatan yang menghilang, tumbang, rupanya mereka juga bertobat (salah seorang teman dari masa lalu yang sempat menghilang adalah Ariska, sekarang muncul lagi). Setelah koleksi saya pada habis ternyata saya kembali lagi mengoleksi sampai merasa mau berhenti dan jual jual lagi. Kembali ngumpulin dari awal lagi, setelah cukup banyak sebagian saya jual lagi karena ada kebutuhan finansial yang lebih mendesak. Sekarang sudah mulai normal lagi. Tapi kalau diingat ingat semua yang pernah saya sempat miliki kalau tidak dijual jual barangkali koleksi saya sudah cukup untuk dijadikan musium (saya pasti numpang tinggal di musium itu karena pastilah saya tidak akan dapat membeli rumah kalau saya mempertahankan semua koleksi). Saya tidak tahu apa yang akan terjadi di depan. Waktu terus berjalan, tak dapat dihentikan.

Lain dulu lain sekarang (3)

Dulu ketersediaan barang cukup melimpah. Lima atau enam tahun yang lalu cukup mudah mendapatkan Titoni Cosmo King, Mido bumper ring gold, Omega Seamaster sampai Constellation, Seiko Bullhead, apalagi macam Titus, Nelson dsb. Kalau sudah bosan jual saja tidak perlu khawatir karena besok lusa pasti dapat lagi. Saya masih ingat harga Titoni Cosmo King yang bagus sekitar 250 ribu sampai 300 ribu, itu saya pakai waktu terjadi tsunami di Aceh. Rasanya mahal karena Titoni biasa hanya 100 sampai 125 ribu (harganya hampir sama dengan Mido yang bentuknya gede oval kayak telor). Seiko Bullhead saya ngalamin beli 400 sampai 500 ribu, rasanya mahal karena Seiko krono biasa lubang satu 100 ribu kalo lubang dua 200 ribu. Sekarang beda sekali. Barang makin susah didapat, orang yang cari makin banyak. Harga-harga naik, minimal mengikuti inflasi, tapi banyak juga yang naiknya cukup tinggi. Misalnya Seiko Bullhead, Enicar, dan Omega terasa benar bedanya. Rolex Datejust 1601 dan Rolex putar naik tapi lambat. Rolex GMT 1675 naik tajam. Memang Rolex 1675 harga saat ini jatuh jika dibandingkan dengan harga setahun lalu tetapi jika dibandingkan dengan harga dua tahun lalu terasa kenaikannya (soal dinamika harga Rolex ada baiknya saya tulis tersendiri). Jadi sebetulnya bagi mereka yang benar-benar menyimpan barang bagus tidak usah takut karena harga PASTI naik, masalahnya bisa ketemu yang berani beli atau tidak. Tapi saya berpikir selama masih ada orang-orang gila yang senang sama arloji antik selama itu pula masih ada harapan bisa jual. Yang beli orang gila yang jual orang gendheng.

Senin, 26 Oktober 2009

Omega Seamaster Chronometer cal 564


Steel, komplit rantai, mulus, jalan tepat sekali. Konon Omega Seamaster Chronometer lebih jarang daripada Constellation

Mido Multifort Luxe Super Automatic


Mido Multifort Luxe Automatic bumper (deg dog), ukuran 33 mm (lebih besar sedikit dari boysize), ring dan kenop rose gold. Jalan bagus. Ca 1950. Rantai bambu.

Jumat, 23 Oktober 2009

Lain dulu lain sekarang (2)

Generasi pendatang baru, yaitu mereka yang baru terjun kurang dari tiga tahun terakhir ini, jauh lebih selektif dan lebih berhati-hati dibandingkan dengan generasi saya dulu. Dulu, kami berjibaku untuk bisa memperoleh arloji yang kami inginkan. Hampir setiap hari mendatangi pusat-pusat penjualan arloji di Jembatan Item, Jatinegara, Pecenongan, Jalan ABC (Bandung), kios-kios jam di berbagai kota, di pelosok-pelosok Jakarta (hingga ke Pondok Cabe dsb), dan iklan-iklan di koran dan internet (siapa tahu ada yang mau jual lewat iklan). Berjam-jam nongkrong dan ngobrol di tempat-tempat itu. Kalau ada barang bagus asal suka biarpun mahal dibeli aja. Generasi sekarang jauh lebih diuntungkan dengan adanya komunitas, milis dan blog. Tinggal lihat-lihat saja di milis atau blog, barangkali minat tinggal tanya berapa harganya dan bayar. Selesai. Tetapi, dengan kondisi yg jauh lebih mudah seperti ini pun ternyata "nafsu" mereka masih di bawah generasi saya dulu. Di antara anggota milis mungkin tidak sampai 10 persen saja yang dapat dibilang "serius", sisanya hanya penggembira saja, sekedar suka, atau kaum untung-untungan siapa tahu dapat yang murah dan bagus. Jadi, yang 90 persen itu tidak mau membeli dengan harga pantas, tidak ngotot, dan prinsip mereka adalah dikasih syukur gak dikasih ya sudah. Sering sekali saya menerima penawaran dari mereka yang mengaku newbie (orang baru) yang menawar berdasarkan budget mereka, misalnya "wah saya orang baru nih, dana saya untuk Flighmaster cuma 10 juta dikasih enggak?'. Sungguh aneh memang, masa harga suatu barang disesuaikan dengan budget si penawar? Kalau generasi saya dulu beda, justru karena pendatang baru maka harus berani biar kebagian barang. Jadi logikanya terbalik dengan generasi sekarang. Memang, semangat yang berlebihan sering dimanfaatkan oleh pedagang dengan cara "digorok". Apa itu "digorok". Digorok adalah istilah untuk menggambarkan ada orang baru yang kurang pengetahuan dan kurang pengalaman kemudian ditawari barang dengan harga gila-gilaan lebih mahal dari wajarnya, atau barang kanibal atau barang rusak. Karena dia awam maka dia terjebak! Sampai saat ini praktek praktek "digorok" saya kira masih ada saja. Banyak juga orang baru yang terus jadi trauma gara-gara digorok, terus gak mau lagi hobi arloji. Apakah kaum yang 90 persen itu pernah digorok?

Lain dulu lain sekarang (1)

Terkadang menyenangkan juga untuk mengenang hal-hal yang terjadi dulu dan membandingkannya dengan sekarang. Dulu, belum ada teman-teman sesama penggemar arloji antik. Pernah sih dengar bahwa di kota anu ada si A, di kota anu ada si B, tetapi tidak pernah ada kesempatan untuk mengenal lebih dekat. Informasi tentang arloji didapat hanya dari internet, buku-buku dan uraian dari pedagang jam (yang sering tidak akurat). Tidak pernah ada diskusi dengan sesama penggemar arloji (istilahnya "pemakai", yaitu istilah yang dimaksudkan untuk menyebut mereka yang membeli arloji untuk dipakai dan dinikmati bukan untuk dijual lagi). Hal ini kemudian berubah sekitar tiga tahun yang lalu, ketika H Endra Kusuma, seorang pemakai dari Bandung, membuat mailing list arloji antik di yahoo.groups dan memelopori blog arloji antik. Sejak itu bermunculan lah para pemakai baik yang senior maupun yang baru terjun. Entah sudah berapa orang jumlahnya, mungkin sekitar 100 orang. Mereka yang membuat blog pun bertambah, sekarang sekitar 30 blog sih ada. Yang saya tahu, tidak semua anggota milis aktif mengirim komentar atau menghadiri acara pertemuan (GTG). Yang aktif mungkin sekitar 25%, sisanya penonton saja. Ada juga senior-senior yang memilih menyendiri, tidak ingin bergabung dengan komunitas (bahkan tidak tahu bahwa sekarang ada milis, ada blog dan ada komunitas). Sekarang jadi lebih ramai, bisa tukar informasi, jual beli dan saling memamerkan koleksi. Jadi lebih ramai. Kompetisi lebih ketat. Kompetisi dalam memperebutkan koleksi yang diincar dan kompetisi mendapat akses ke sumber-sumber arloji. Ramainya dunia arloji antik mendorong kemunculan kaum "setengah pemakai setengah pedagang". Harus kita akui, dunia arloji memang lukratif (menjanjikan) sehingga mendorong orang untuk berbisnis.

Rabu, 21 Oktober 2009

Omega Seamaster cal 562


Seamaster cal 562 gold top, kondisi bagus sekali, ivory dial, warna dial dengan warna yellow gold casingnya benar-benar nyambung. Buatan awal mesin cal 562 sekitar tahun 1950, sehingga jarum yang digunakan masih model daun. Antik sekali. Ada cerita menarik: suatu hari di dalam lift saya berdiri bersebelahan dengan orang asing (bule) yang memakai Omega Seamaster gold top antik bagus sekali. Mirip benar dengan Omega saya ini. Langsung saya teringat Omega saya ini. Buru-buru saya kembali ke ruangan saya di kantor karena kebetulan Omega ini saya taruh di kantor. Saya pakai dan buru-buru kembali ke lift dengan harapan mudah-mudahan bertemu lagi dengan orang itu sehingga bisa menjejerkan Omega ini (entah bagaimana caranya apakah saya pura-pura menekan tombol lift secara demonstratif sehingga dia bisa melihat Omega saya ini). Ternyata orang itu sudah tidak ada, entah kemana...

Jumat, 16 Oktober 2009

Elections Triple Date



Kalo lagi BT mengingat ingat tanggal berapa, hari apa dan bulan apa sekarang, saya pakai ini. Merknya Elections, buatan tahun 1950, entah apakah legislative elections atau presidential elections. Casingnya rose gold (gold top), mesin putar, jarum sekon hitam, semuanya masih OK, jalan sangat tepat. Memang sizenya agak kecil, sekitar 34 mm. Casing masih bagus dan tulisan di belakang masih terbaca dengan jelas.

Mido Multifort Datometer



Saya suka sekali sama jam ini, mesin bumper (deg dog), tanggal tunjuk yang ujungnya bulan sabit, buatan tahun 1940, masih normal dan tepat. Perhatikan rantai model bambu. Tanggal yang dipakai warna warni (rolet).

Sabtu, 10 Oktober 2009

Rolex Datejust 6605




Jika kita perhatikan forum Rolex antik di tingkat internasional maka kita akan menemukan bahwa apresiasi terhadap Rolex antik non-sport demikian tinggi. Hal yang membedakan Rolex antik sport dan non-sport adalah bahwa yang tipe sport diburu untuk dijual kembali (sebagai investasi), sedangkan yang tipe non-sport diburu untuk dinikmati dan disimpan dari generasi ke generasi!! Demikianlah sering saya temui ungkapan dan nasihat dari para penikmat Rolex antik non-sport bahwa koleksi mereka tidak dijual dan akan diwariskan kepada anak cucu mereka. Sebenarnya dimanakah daya tarik Rolex antik non-sport? Saya kira daya pikatnya ada pada perpaduan antara ke-antik-an, ketangguhan dan kemewahan. Saya kira lebih tepat disebut "elegan" daripada mewah. Sebab jika dipakai akan memancar aura elegan, anggun, cantik, indah, kalau dipakai malam hari akan terasa gemerlap. Rolex antik yang saya tampilkan kali ini adalah tipe datejust 6605 tahun 1957 termasuk generasi awal Datejust, menggunakan mesin cal 1066, pie-pan dial nya kelihatan lebih lebar sedikit daripada tipe Datejust kemudian, dial warna putih tembok, jarum tombak dengan garis hitam di tengah, huruf Rolex timbul, index balok model pensil. Aslinya masih dengan rantai jubile kombinasi, tetapi sengaja saya ganti dengan tali kulit coklat tua agak mengkilat. Oya, bezelnya yellow gold tetapi dengan model gerigi yang lebih kecil dan lebih rapat (orang sini bilang gigi bajing). Saya menduga pancaran keanggunan jika dipakai di malam hari berasal dari cahaya yang dipantulkan oleh bezel ini. Ini adalah Rolex 6605 termulus yang pernah saya lihat. Jadi teringat cuplikan salah satu hit lagu Indonesia, "sempurnaaaa...."

Sabtu, 03 Oktober 2009

Seiko Bullhead dengan tali kulit


Seiko Bullhead black dial. Dipadu dengan tali kulit Paros

Rubber strap




Strap karet ini dipakai enak sekali, ukurannya sesuai dengan arloji berdimensi besar. Ukuran strap 22 cocok untuk arloji ukuran di atas 40. Karetnya lunak, ringan mencengkeram dan permukaannya "radial" sehingga tidak licin dan anti slip. Ini satu-satunya arloji saya yang pakai strap karet.